Mengenal Tikus Sawah dan Mengendalikannya

by - Selasa, Juli 31, 2018


MENGENAL TIKUS SAWAH

1.   Perkembangbiakan tikus

Tikus sawah dalam klasifikasi binatang termasuk dalam kelas Mammalia (binatang menyusui), ordo Rodentia (binatang mengerat), familia Muridae, genus Rattus, dan spesies Ratus argentiventer. Menurut Sudarmaji (2008), ciri-ciri morfologi tikus sawah adalah berat badan tikus dewasa antara 100-230 g, panjang kepala-badan antara 70-208 mm, panjang tungkai belakang 32-39 mm, dan panjang telinga 20-22 mm, ekor lebih pendek dari panjang kepala-badan, tubuh bagian dorsal berwarna coklat dengan bercak hitam pada rambut-rambutnya, bagian bawah berwarna putih.
Sumber gambar : http://planthospital.blogspot.com/2016/01/bioekologi-dan-pengendalian-tikus-sawah.html

Tikus betina memiliki 12 buah puting susu, tikus jantan terlihat ada testisnya. Tikus sawah menjadi dewasa dan siap kawin setelah bermumur 5-9 minggu. Tikus betina bunting selama 21 hari, seekor tikus sawah betina rata-rata menghasilkan 10 ekor anak tikus dengan perbandingan jenis jantan dan betina adalah 1:1 (5 betina dan 5 jantan), menyusui selama 21 hari. Tikus sawah berkembang biak selama sepanjang tahun dan selama satu musim tanam padi dapat beranak tiga kali. Kematangan seksual tikus betina pada umur sekitar 28 hari dan buntung pada sekitar umur 40 hari.
2.   Habitat
Habitat merupakan salah satu faktor penting dalam perkembangbiakan tikus sawah. Tikus sawah memiliki habitat yang dapat memberikan perlindungan dari gangguan predator dan dekat dengan sumber makanan dan air. Hasil penelitian Sudarmaji dkk. (2007) melaporkan bahwa di ekosistem sawah irigasi teknis, ada lima habitat utama tikus sawah yaitu tepi kampung, tanggul irigasi, jalan sawah, parit sawah, dan tengah sawah. Habitat tepi kampung dan tanggul irigasi merupakan habitat yang paling disukai tikus sawah. Habitat tepi kampung merupakan tujuan tikus migrasi pada periode bera untuk memperoleh pakan alternatif dan berlindung sementara. Tanggul irigasi merupakan habitat  penting tikus sawah yang merupakan habitat utama untuk berkembang biak.
3.   Tanda-tanda keberadaan tikus
Keberadaan tikus dapat dilihat dari feses yang dikeluarkan, keberadaan feses juga dapat sebagai penanda apakah tikus tersebut masih ada di daerah tersebut atau sudah pergi. Feses yang masih basah menandakan bahwa tikus masih beraktivitas di tempat tersebut. Selain dapat dilihat dari feses atau kotoran keberadaan tikus juga dapat dilihat dari kerusakan yang ditimbulkannya, biasanya terdapat bekas keratan pada tanaman. Keberadaan tikus juga dapat dilihat dari jalan yang biasa dilewatinya (run way) dimana pada run way tersebut terdapat jejak kaki. Sarang juga dapat sebagai penanda adakah tikus di tempat tersebut, untuk mengetahui apakah lubang atau sarang masih digunakan dapat dengan jalan menutup lubang dengan gundukan tanah , jika gundukan tanah tersebut berlubang maka sarang masih aktif.
 PENGENDALIAN TIKUS

Pengendalian tikus pada dasarnya adalah upaya menekan tingkat populasi tikus menjadi serendah mungkin melalui berbagai metode dan teknologi pengendalian, sehingga secara ekonomi keberadaan tikus di lahan pertanian tidak merugikan secara nyata. Menjaga populasi tikus sawah agar selalu berada pada tingkat populasi yang rendah adalah penting.
Tikus dapat menyerang padi pada berbagai stadia pertumbuhan, bahkan menyerang padi di dalam gudang penyimpanan. Tikus paling senang menyerang padi pada stadia generatif. Pada stadia generatif tikus biasanya memakan bulir dan malai padi. Pada stadia persemaian tikus mencabut tanaman padi yang baru tumbuh untuk memakan bagian biji yang masih tersisa. Pada stadia vegetatif tikus memakan batangnya dengan cara memotong pangkal batang. Secara umum metode pengendalian tikus sama dengan pengendalian hama-hama yang lain. Pengendalian tikus hendaknya menggunakan konsep PHT dimana penggunaan pestisida atau rodentisida hanya digunakan pada kondisi terpaksa atau jika metode yang lain sudah tidak mampu menanggulangi populasi hama tikus.
Pengendalian hama tikus didasarkan pada pemahaman ekologi tikus, dilakukan secara dini, intensif dan berkelanjutan dengan memanfaatkan teknologi pengendalian yang sesuai dan tepat waktu. Pelaksanaan pengendalian dilakukan oleh petani secara bersama-sama (berkelompok) dan terkoordinir dengan cakupan sasaran pengendalian dalam skala luas.
Strategi pengendalian tikus sawah terutama harus dilakukan pada saat populasi tikus masih rendah dan mudah pelaksanaannya yaitu pada periode awal tanam, dengan sasaran menurunkan populasi tikus betina dewasa sebelum terjadi perkembangbiakan. Membunuh satu ekor tikus betina dewasa pada awal tanam, setara dengan membunuh 80 ekor tikus setelah terjadi perkembang-biakan pada saat setelah panen.
Penurunan tingkat populasi pada awal tanam (dini) adalah sangat penting karena menentukan keberhasilan pengendalian tikus sepanjang musim tanam. Di samping itu pengendalian tikus yang dilakukan ketika tanaman padi telah tinggi (canopinya telah menutup) akan lebih sulit, karena sebagian tikus sudah berada di tengah pertanaman padi. Pada periode bera, tikus berada pada berbagai habitat di sekitar persawahan seperti tanggul irigasi, pematang besar, jalan sawah, anak sungai, pinggiran desa dan lain-lain. Oleh karena itu tindakan pengendalian dini ditujukan pada habitat-habitat tikus tersebut.
Pengendalian tikus harus mencakup target areal yang luas dengan memperhatikan habitat perlindungan tikus (refuge habitats) pada saat bera di luar daerah persawahan. Habitat tersebut merupakan sumber investasi tikus sawah pada saat ada pertanaman padi.
Kunci sukses pengendalian hama tikus terpadu adalah adanya partisipasi semua petani dan dilakukan secara berkelanjutan serta terkoordinir dengan baik. Pengendalian tikus yang dilaksanakan secara sendiri-sendiri tidak akan mendapatkan hasil yang efektif. Hal tersebut disebabkan oleh mobilitas tikus sawah yang tinggi, sehingga daerah yang telah dikendalikan akan segera terisi oleh tikus yang berasal dari daerah sekitarnya (ekologi kompensasi).

You May Also Like

0 komentar