MENGENAL TIKUS SAWAH
1.
Perkembangbiakan tikus
Tikus sawah dalam klasifikasi binatang termasuk dalam
kelas Mammalia (binatang menyusui), ordo Rodentia (binatang mengerat), familia
Muridae, genus Rattus, dan spesies Ratus
argentiventer. Menurut Sudarmaji (2008), ciri-ciri morfologi tikus sawah
adalah berat badan tikus dewasa antara 100-230 g, panjang kepala-badan antara
70-208 mm, panjang tungkai belakang 32-39 mm, dan panjang telinga 20-22 mm,
ekor lebih pendek dari panjang kepala-badan, tubuh bagian dorsal berwarna
coklat dengan bercak hitam pada rambut-rambutnya, bagian bawah berwarna putih.
Sumber gambar : http://planthospital.blogspot.com/2016/01/bioekologi-dan-pengendalian-tikus-sawah.html |
Tikus
betina memiliki 12 buah puting susu, tikus jantan terlihat ada testisnya. Tikus
sawah menjadi dewasa dan siap kawin setelah bermumur 5-9 minggu. Tikus betina
bunting selama 21 hari, seekor tikus sawah betina rata-rata menghasilkan 10
ekor anak tikus dengan perbandingan jenis jantan dan betina adalah 1:1 (5 betina dan 5
jantan), menyusui selama 21 hari. Tikus sawah berkembang biak selama sepanjang
tahun dan selama satu musim tanam padi dapat beranak tiga kali. Kematangan
seksual tikus betina pada umur sekitar 28 hari dan buntung pada sekitar umur 40
hari.
2. Habitat
Habitat
merupakan salah satu faktor penting dalam perkembangbiakan tikus sawah. Tikus
sawah memiliki habitat yang dapat memberikan perlindungan dari gangguan
predator dan dekat dengan sumber makanan dan air. Hasil penelitian Sudarmaji
dkk. (2007) melaporkan bahwa di ekosistem sawah irigasi teknis, ada lima
habitat utama tikus sawah yaitu tepi kampung, tanggul irigasi, jalan sawah,
parit sawah, dan tengah sawah. Habitat tepi kampung dan tanggul irigasi
merupakan habitat yang paling disukai tikus sawah. Habitat tepi kampung merupakan
tujuan tikus migrasi pada periode bera untuk memperoleh pakan alternatif dan
berlindung sementara. Tanggul irigasi merupakan habitat penting tikus sawah yang merupakan habitat
utama untuk berkembang biak.
3.
Tanda-tanda keberadaan tikus
Keberadaan tikus dapat dilihat dari feses yang dikeluarkan, keberadaan feses juga dapat sebagai penanda apakah tikus
tersebut masih ada di daerah tersebut atau sudah pergi. Feses yang masih basah
menandakan bahwa tikus masih beraktivitas di tempat tersebut. Selain dapat dilihat
dari feses atau kotoran keberadaan tikus juga dapat dilihat dari kerusakan yang
ditimbulkannya, biasanya terdapat bekas keratan pada tanaman. Keberadaan tikus
juga dapat dilihat dari jalan yang biasa dilewatinya (run way) dimana pada run
way tersebut terdapat jejak kaki. Sarang juga dapat sebagai penanda adakah
tikus di tempat tersebut, untuk mengetahui apakah lubang atau sarang masih
digunakan dapat dengan jalan menutup lubang dengan gundukan tanah , jika
gundukan tanah tersebut berlubang maka sarang masih aktif.
PENGENDALIAN TIKUS
Pengendalian tikus pada dasarnya adalah upaya menekan
tingkat populasi tikus menjadi serendah mungkin melalui berbagai metode dan
teknologi pengendalian, sehingga secara ekonomi keberadaan tikus di lahan
pertanian tidak merugikan secara nyata. Menjaga populasi tikus sawah agar
selalu berada pada tingkat populasi yang rendah adalah penting.
Tikus dapat menyerang padi
pada berbagai stadia pertumbuhan, bahkan menyerang padi di dalam gudang
penyimpanan. Tikus paling senang menyerang padi
pada stadia generatif. Pada stadia generatif tikus biasanya memakan bulir dan malai
padi. Pada stadia persemaian tikus mencabut tanaman padi yang baru tumbuh untuk
memakan bagian biji yang masih tersisa. Pada stadia vegetatif tikus memakan
batangnya dengan cara memotong pangkal batang. Secara umum metode pengendalian
tikus sama dengan pengendalian hama-hama yang lain. Pengendalian tikus
hendaknya menggunakan konsep PHT dimana penggunaan pestisida atau rodentisida
hanya digunakan pada kondisi terpaksa atau jika metode yang lain sudah tidak
mampu menanggulangi populasi hama tikus.
Pengendalian hama tikus didasarkan pada pemahaman ekologi
tikus, dilakukan secara dini, intensif dan berkelanjutan dengan memanfaatkan teknologi pengendalian yang sesuai dan
tepat waktu. Pelaksanaan pengendalian dilakukan oleh petani secara bersama-sama
(berkelompok) dan terkoordinir dengan cakupan sasaran pengendalian dalam skala
luas.
Strategi pengendalian tikus sawah terutama harus
dilakukan pada saat populasi tikus masih rendah dan mudah pelaksanaannya yaitu
pada periode awal tanam, dengan sasaran menurunkan populasi tikus betina dewasa
sebelum terjadi perkembangbiakan. Membunuh satu ekor tikus betina dewasa pada
awal tanam, setara dengan membunuh 80 ekor tikus setelah terjadi
perkembang-biakan pada saat setelah panen.
Penurunan tingkat populasi pada awal tanam (dini) adalah
sangat penting karena menentukan keberhasilan pengendalian tikus sepanjang
musim tanam. Di samping itu pengendalian tikus yang dilakukan ketika tanaman
padi telah tinggi (canopinya telah menutup) akan lebih sulit, karena sebagian
tikus sudah berada di tengah pertanaman padi. Pada periode bera, tikus berada
pada berbagai habitat di sekitar persawahan seperti tanggul irigasi, pematang
besar, jalan sawah, anak sungai, pinggiran desa dan lain-lain. Oleh karena itu
tindakan pengendalian dini ditujukan pada habitat-habitat tikus tersebut.
Pengendalian tikus harus mencakup target areal yang luas
dengan memperhatikan habitat perlindungan tikus (refuge habitats) pada saat bera di luar daerah persawahan. Habitat
tersebut merupakan sumber investasi tikus sawah pada saat ada pertanaman padi.
Kunci sukses pengendalian hama tikus terpadu adalah
adanya partisipasi semua petani dan dilakukan secara berkelanjutan serta
terkoordinir dengan baik. Pengendalian tikus yang dilaksanakan secara
sendiri-sendiri tidak akan mendapatkan hasil yang efektif. Hal tersebut
disebabkan oleh mobilitas tikus sawah yang tinggi, sehingga daerah yang telah
dikendalikan akan segera terisi oleh tikus yang berasal dari daerah sekitarnya
(ekologi kompensasi).
0 komentar